Oleh Aditya Wibawa
Saat ini Indonesia masih bergantung sepenuhnya pada energi fosil yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi dan batubara sebagai sumber kebutuhan energi. Sedangkan melihat dari hasil implementasi yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan bauran energi baru terbarukan (EBT) masih mengalami berbagai kendala. Kendala yang dimaksud tersebut antara lain kendala teknis, non teknis dan perbedaan Feed in Tariff dengan energi fosil yang lebih murah, sehingga menyebabkan pembangunan EBT menjadi terhambat dan bauran energi yang dicapai dari EBT masih sekitar 9 % secara keseluruhan dengan pertumbuhan 0,4 % per-tahun.
Perrlu adanya strategi peningkatan EBT di Indonesia terutama untuk
mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31%
pada tahun 2050 dari bauran energi final sesuai dengan kebijakan energi
nasional (Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2014) terutama pada sektor
pembangkit listrik. Pemerintah harus konsen terhadap kebijakan ini, dimana banyak
akademisi dan peneliti yang pesimis bauran energi ini akan tercapai atau tidak
akan sesuai target pada waktunya.
Strategi
peningkatan EBT yang perlu dipehatikan adalah:
(a)
Memperkuat koordinasi antar struktur
kelembagaan dalam negeri terutama untuk mengatasi masalah perizinan dan
pembebasan lahan, sehingga investor dapat masuk ke wilayah EBT.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kemudian lembaga lembaganya baik kementerian ESDM, Kementerian Riset, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau pun lembaga lain saling bekerja sama secara nyata untuk pengembangan di bidang energi terbarukan tanpa mengedepankan ego sectoral dn prioritas-prioritas kelembagaan.
(b)
Menerapkan pajak emisi Carbon, hal ini
telah diterapkan di beberapa negara Eropa.
Memberikan pajak emisi gas carbon kepada perusahaan pembangkit listrik yang menggunakan energi fosil, sebagai bentuk komitmen negara terhadap perjanjian (Paris Agreement 2015) penurunan emisi carbon dengan dunia serta untuk pembangunan energi ramah lingkungan di Indonesia.
(c)
Memberi
dukungan investasi EBT.
Pemerintah memberi dukungan berupa kebijakan bantuan investasi sekitar 20 – 30% untuk merangsang pembangunan energi terbarukan ditengah masih mahalnya harga operasional untuk mengembangkan EBT, faktor perizinan, biaya eksplorasi dan pengeboran (panas bumi), pembelian bahan baku (biomassa), perencanaan dan sebagainya.
(d)
Memberi
dukungan perkembangan industri EBT dalam negeri dan pembebasan pajak impor peralatan
energi terbarukan.
Dengan masih minimnya teknologi EBT dan bergantungan pada ekspor peralatan, perlu adanya Pembebasan pajak impor peralatan EBT serta mendorong produsen peralatan energi terbarukan lokal melalui pembebasan pajak dan dukungan keuangan secara langsung.
(e)
Menjalankan FiT energi terbarukan yang
telah di tetapkan oleh pemerintah.
Menerapkan FiT pada energi terbarukan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, untuk investor dan dibantu subsidi listrik EBT dari pemerintah untuk end-user/konsumen hingga biaya listrik EBT (yang disubsidi) memungkinkannya untuk dicabut subsidinya.
(f)
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat
mengenai penerapan energi terbarukan.
Mensosialisasikan dan memberi pendidikan kepada masyarakat mengenai energi terbarukan, sehingga isu-isu mengenai pemanfaatan energi terbarukan dapat tertanggulangi.
(g)
Melakukan perbaikan interkoneksi antar
daerah, karena lokasi sumberdaya yang luas seluruh Indonesia.
Sumberdaya EBT yang ada di Indonesia cukup luas dan meyebar, perbaikan jaringan dan interkoneksi perlu di kembangkan lebih baik lagi.
(h)
Melakukan kerjasama bilateral atau multilateral dengan
Pemerintah dan stakeholder di Indonesia, bersama-sama membuka peluang kerja sama dengan negara yang telah sukses mengembangkan EBT dan memiliki teknologi EBT yang lebih baik, sehingga diharapkan kita dapat menyeimbangkan Energi fossil ke EBT.
1.
4.
5.
6.
7.
0 comments:
Post a Comment